Jumat, 14 November 2014

sejarah diari perang padri



Pada  akhir abad 18
      Sebagai salah satu masyarakat di Minangkabau, saya merasa miris melihat keadaan sebagian besar masyarakat Minangkabau kini jauh dari ajaran-ajaran islam. Mereka masih memegang teguh adat kebiasaan yang cenderung bertentangan dengan agamanya. Tapi pada hari ini ada seorang ulama dari Kampung Kota Tua di daerah Agam yang meluruskan kembali praktik- praktik ajaran agama islam. Kami memanggil ulama itu dengan sebutan Tuanku Kota Tua. Beliau menunjukan bagaimana seharusnya seorang muslim hidup yang sesuai dengan al-qur’an dan hadits. Sedikit demi sedikit masyarakat minangkabau mulai meninggalkan adat kebiasaan dan digantikannya dengan al-quran dan sunah rasul. Saya mengenal salah satu murid  terbaik Tuanku kota tua, yaitu Tuanku nan Renceh.
Tahun 1803
      Beberapa hari yang lalu datang tiga orang ulama yang baru saja pulang haji dari tanah suci Mekah. Nama mereka adalah Haji miskin, haji sumanik, dan haji piabang. Kami belajar banyak tentang agama islam dari beliau-beliau. Sehingga portugis menamai kami dengan istilah padre yang berarti bapak karena biasanya gelar ini diberikan kepada pendeta. Tetapi mungkin portugis menamai kami padre menunjuk kepada orang-orang islam yang memakai pakaian putih. Masyarakat minangkabau lebih suka menyebutnya dengan istilah kaum padri.
      Tetapi pada hari ini terdapat pertentangan di masyarakat minangkabau. Ada beberapa orang yang tidak ingin meninggalkan adat kebiasaan yang sudah melekat. Kelompok itu kami namai dengan kaum adat. Adanya dua kelompok dalam masyarakat minangkabau ini menimbulkan terjadinya bentrokan-bentrokan.
10 februari 1821
      Saya tidak bisa menerima keputusan salah satu tokoh kaum adat yakni Tuanku Suruaso dan 14 Penghulu minangkabau yang mengadakan perjanjian dengan Du Puy, residen pemerintah hindia belanda di Minangkabau. Kabarnya perjanjian itu membuat beberapa daerah diduduki Belanda.


18 februari 1821
      Tindakan belanda pada kali Ini tidak dapat dimaafkan oleh kaum padri. Daerah simawang ditempatkan dua meriam dan 100 serdadu Belanda. Hal ini jelas mengancam kedaulatan masyarakat minangkabau. Kaum padri memutuskan akan segera menyerang Belanda.
Fase Pertama (1821-1825)
Bulan september 1821
      Bulan september 1821 ini adalah hari pertama kami mulai melakukan serbuan dan pencegatan kepada patroli patroli Belanda. Penyerburan itu dimulai dari pos-pos Simawang, Soli Air, sampai sipinang. Setelah itu Tuanku Pasaman mengadakan serangan dengan menggerakan sekitar 20.000 sampai 25000 pasukan di sekitar hutan di sebelah timur gunung. Kami hanya menggunakan senjata tradisional seperti tombak dan parang. Sedangkan belanda dengan kekuatan 200 orang serdadu eropa di tambah sekitar 10000 pasukan orang pribumi termasuk juga kaum adat, menggunakan senjata senjata lebih lengkap dan modern seperti meriam dan senjata api lainnya. Pertepuran yang terjadi ini memakan banyak korban. Di pihak kami kehilangan 350 orang prajurit termasuk putra Tuanku pasaman. Dengan sisa pasukan, kami kemudian mengundurkan diri ke Lintau. Dari pihak belanda pun sama tidak sedikit kehilangan pasukannya, tetetapi pasukan belanda telah berhasil menguasai seluruh lembah tanah datar, kemudian mendirikan benteng di batusangkar.
Perlawanan kami muncul di berbagai tempat. tuanku pasaman memusatkan perjuangannya di lantau dan tuanku Nan Receh memimpin pasukannya di sekitar Baso. Pasukan tuanku Nan Receh harus menghadapi pasukan belanda di bawah pimpinan kapten Goffinet.
Bulan september 1822-1823
Serangan- serangan kami telah meluas di seluruh minangkabau. Bulan september 1822 kami berhasil mengusir Belanda dari sungai puar, guguk sigandang dan tajong Alam. Menyusul kemudian di bonio kami harus menghadapi pasukan PH.Marinus. Pada tahun 1823 pasukan kami berhasil mengalahkan tentara belanda di Kapau. Pemimpin yang terkenal dengan kegigihannya memimpin kami untuk melawan kekejaman dan keserakahan Belanda di minangkabau yaitu Peto Syarif namun lebih terkenal dengan sebutan Tuanku Imam Bonjol.
Pada tanggal 26 januari 1824
Mungkin Belanda merasa kewalahan dalam melawan kami, maka belanda mengambil strategi damai. Pada tanggal 26 januari 1824 tercapailah  perundingan  damai antara belanda dengan kaum padri di wilayah alahan panjang yang dikenal dengan perjanjian Masang. Tuanku Imam bonjol juga tidak keberatan dengan adanya perjanjian damai tersebut. Akan tetapi Belanda justru memanfaatkan perdamaian tersebut untuk menduduki daerah-daerah lain. Belanda juga memaksa Tuanku mensiangan dari kota lawas untuk berunding tetapi ditolak. Tuanku mensiangan justru melakukan perlawanan tetapi Belanda lebih kuat bahkan pusat pertahanan di bakar dan Tuanku mensiangan di tangkap.
Tindakan belanda itu telah menimbulkan amarah kaum padri alahan panjang dan menyatakan pembatalan kesepakatan dalam perjanjian Masang. Tuanku Imam Bonjol menggelorakan kembali semangat untuk melawan belanda. Dengan demikian perlawanan kaum padri masih terus berlangsung di berbagai tempat.
Fase kedua (1825-1830)
      Perjalanan dari tahun 1825 sampai 1830 merupakan peristiwa penting yang terjadi di luar Sumatera Barat. Belanda menggunakan tahun tersebut sebagai sebagian strategi dalam menghadapi perlawanan kami di Sumatera Barat. Mereka gunakan untuk mengendorkan ofensifnya dalam perang dengan upaya damai.Salah satu kolonel Belanda yang merupakan penguasa sipil dan militer di Sumatera Barat yakni Kolonel De Stuers mencoba mengadakan kontak dengan tokoh-tokoh kami untuk menghentikan perang.
      Tentu kami menghiraukan ajakannya. Ia meminta bantuan kepada Sulaiman Aljufri seorang saudagar keturunan Arab untuk membujuk para pemuka kami agar dapat berdamai. Kemudian Sulaiman Aljufri menemui Tuanku Imam Bonjol, namum beliau tolak. Akhirnya Sulaiman Aljufri menemui Tuanku Lintau, sayangnya beliau merespon ajakan itu dan didukung Tuanku Nan Renceh.



15 November 1825  
      Hari ini Perjanjian Padang ditandatangani. Isi perjanjian tersebut diantaranya:
1.  Mereka mengakui kekuasaan pemimpin kami di Batusangkar, Saruaso, Padang Guguk Sigandang, Agam, Bukittinggi dan menjamin pelaksanaan sistem agama di daerah tersebut
2.  Diantara kami tidak akan saling menyerang
3.  Diantara kami akan melindungi pedagang dan orang yang sedang melakukan perjalanan
4.  Secara bertahap, mereka akan melarang praktik adu ayam



Tidak ada komentar:

Posting Komentar